UPAYA PENANGGULANGAN
PENYALAHGUNAAN NARKOBA
A. Upaya Polri Dalam Menanggulangi
Penyalahgunaan Narkoba Saat Ini
Dalam
menanggulangi penyalahgunaan narkoba Polri melakukan upaya-upaya dengan
langkah-langkah :
1. Non Penal
Upaya
penanggulangan penyalahgunaan narkoba ini tidak terlepas dari tindakan-tindakan
Polri yang bersifat interdisipliner yang diawali dengan upaya preemtif
(pembinaan) dan preventif (pencegahan) sebelum tindak pidana tersebut terjadi.
Menurut
M. Kemal Darmawan dalam bukunya yang berjudul “Strategi Kepolisian Dalam
Pencegahan Kejahatan”, definisi dari preemtif dan preventif adalah :
Pre-emtif adalah kebijakan yang melihat
akar masalah utama penyebab terjadinya kejahatan melalui pendekatan sosial,
pendekatan situasional dan pendekatan kemasyarakatan untuk menghilangkan unsur
Potensi Gangguan (Faktor Korelatif Kriminogen).
Preventif sebagai upaya pencegahan atas
timbulnya Ambang Gangguan (police hazard), agar tidak berlanjut menjadi
gangguan nyata/ Ancaman Faktual (crime).
Sehingga
dalam hal ini penulis mendefinisikan sendiri makna dari kedua tindakan
kepolisian tersebut yaitu :
Preemtif (Pembinaan) Merupakan salah satu
upaya yang dilakukan Polri untuk menanggulangi dan memberantas penyalahgunaan
narkoba. Tindakan Polri ini dilakukan dengan melihat akar masalah penyebab
terjadinya penyalahgunaan narkoba dengan melalui pendekatan sosial, situasional
dan kemasyarakatan untuk menghilangkan unsur potensi gangguan. Tindakan
preemtif yang dilakukan Polri dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba yaitu
dengan melakukan pembinaan kepada masyarakat dengan cara sosialisasi,
penyuluhan dan audiensi tentang bahaya dan dampak dari penyalahgunaan narkoba.
Hal ini untuk antisipasi dan pencegahan dini melalui kegiatan-kegiatan edukatif
dengan tujuan menghilangkan potensi penyalahgunaan narkoba (faktor peluang) dan
pendorong terkontaminasinya seseorang menjadi pengguna.
Preventif (Pencegahan) Anggota-anggota
Kepolisian diterjunkan langsung ke wilayah-wilayah yang mencurigakan dijadikan
tempat penampungan, penyimpanan, dan peredaran narkotika. Polisi juga mengadakan
razia untuk keperluan penyelidikan dan penyidikan bahkan penangkapan terhadap
orang-orang yang diduga menyalahgunakan narkotika. Razia ini bisanya dilakukan
ditempat hiburan malam dan juga tempat-tempat yang informasinya didapatkan dari
masyarakat.
Selain
itu dalam rangka meminimimalisir peredaran narkoba, Polri bekerjasama dengan
instansi dan lembaga terkait, lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, ormas
dan lain-lain. Dengan melakukan kegiatan sebagai berikut :
a. Kampanye anti peyalahgunaan narkoba :
Hal
ini dilakukan dengan pemberian informasi satu arah dari pembicara tentang
bahaya pemakaian narkoba dan tanpa tanya jawab. Biasanya hanya memberikan garis
besar, dangkal, dan umum. Informasi disampaikan oleh tokoh masyarakat (ulama,
pejabat Polri, seniman dan sebagainya). Kampanye anti penyalahgunaan narkoba
dapat juga dilakukan melalui spanduk, poster, brosur dan baliho. Misi dari
kampanye ini adalah sebagai pesan untuk melawan penyalahgunaan narkoba, tanpa
penjelasan yang mendalam atau ilmiah tentang narkoba.
b. Penyuluhan seluk beluk narkoba :
Berbeda
dengan kampanye yang monolog, penyuluhan bersifat dialog dengan tanya jawab.
Bentuk penyuluhan dapat berupa seminar, ceramah, dan lain-lain. Tujuannya
adalah untuk mendalami pelbagai masalah tentang narkoba sehingga masyarakat
benar-benar tahu dan karenanya tidak tertarik untuk menyalahgunakan narkoba.
Pada penyuluhan ada dialog atau tanya jawab tentang narkoba lebih mendalam. Materi
disampaikan oleh tenaga profesional - dokter, psikolog, polisi, ahli hukum,
.sosiolog - sesuai dengan tema penyuluhan. Penyuluhan tentang narkoba ditinjau
lebih mendalam dari masing-masingaspek sehingga lebih menarik daripada
kampanye.
c. Upaya mengawasi dan mengendalikan produksi dan distribusi narkoba di masyarakat :
Pengawasan
dan pengendalian adalah program preventif yang menjadi tugas aparat terkait,
seperti polisi, Departemen Kesehatan, Balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM),
Imigrasi, Bea Cukai, Kejaksaan, Pengadilan dan sebagainya. Tujuannya adalah
agar narkoba dan bahan baku pembuatannya (precursor) tidak beredar sembarangan.
Karena keterbatasan jumlah dan kemampuan petugas, program ini belum berjalan
optimal. Masyarakat
harus ikut serta membantu secara proaktif. Sayangnya, petunjuk dan pedoman
peran serta masyarakat ini sangat kurang, sehingga peran serta masyarakat
menjadi tidak optimal. Seharusnya instansi terkait membuat petunjuk praktis
yang dapat digunakan oleh masyarakat
untuk berpartisipasi dalam mengawasi peredaran narkoba.
2. Penal
a. Represif
(Penindakan)
Represif
merupakan upaya terakhir dalam memberantas penyalahgunaan narkotika yaitu
dengan cara melakukan penindakan terhadap orang yang diduga menggunakan,
meyimpan, menjual narkotika. Langkah represif inilah yang dilakukan Polisi
untuk menjauhkan masyarakat dari ancaman faktual yang telah terjadi dengan
memberikan tindakan tegas dan konsisten sehingga dapat membuat jera para pelaku
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
B. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Polri Dalam
Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba
Dalam
usahanya menanggulangi penyalahgunaan narkoba, tentunya kepolisian mempunyai
banyak faktor yang dihadapi. Adapun faktor-faktor tersebut adalah :
1. Faktor Oknum Polisi Sendiri
Tidak
semua polisi itu baik dan tidak semua polisi itu buruk, pasti ada segelintir
oknum yang melakukan penyimpangan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Ada
beberapa anggota yang juga berperan dalam membantu peredaran narkoba untuk
kepentingan pribadi mereka, ada juga anggota yang menjadi pemakai bahkan ada
juga anggota yang menjadi Bandar walaupun tidak besar. Ini merupakan kelemahan
dari dalam (internal) Polri yang perlu diperbaiki dan dibenahi oleh Polri
sendiri karena ini menyangkut nama baik institusi. Anggota yang bertugas di
fungsi narkoba memang mempunyai kecenderungan seperti dalam pelaksanaan
tugasnya. Hal ini pun dibahas juga dalam system pembinaan personil di Biro
Sumber Daya Manusia Polri. Makanya ada istilah “anggota yang bertugas disuatu
fungsi yang selalu dihadapi dengan kejahatan dan kekerasan termasuk fungsi
reserse dan narkoba, jangan dibiarkan bertugas di fungsi tersebut terlalu lama
karena semakin lama anggota bertugas maka kecenderungan untuk melakukan
penyimpangan akan semakin besar” (Pembahasan pada mata kuliah Sosiologi
Kepolisian, 21 Mei 2015).
2. Faktor Lingkungan
Pengaruh
ini ditimbulkan dari lingkungan sosial pelaku, baik itu lingkungan sekolah,
pergaulan dan lain-lain. Hal tersebut dapat terjadi karena benteng pertahanan
dirinya lemah, sehingga tidak dapat membendung pengaruh negatif dari
lingkungannya. Pada awalnya para pelaku (pemakai) mungkin hanya sekedar ingin
tahu dan coba-coba terhadap hal yang baru, kemudian dengan kesempatan yang
memungkinkan serta didukung adanya sarana dan prasarana. Tapi lama kelamaan
dirinya terperangkap pada jerat penyalahgunaan narkoba. Faktor lingkungan ini
berperan besar dalam peningkatan penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Oleh
karenanya Polri tidak bisa bekerja sendiri dalam melakukan penanggulangan
narkoba. Perlunya sikap kepedulian instansi terkait (dalam hal ini yang
berkaitan dengan lingkungan pelaku antara lain sekolah, pemerintah daerah,
pemerintah pusat, dan juga lembaga-lembaga yang bergerak dalam memerangi
narkoba) serta peran serta orang tua (keluarga) yang menjadi benteng juga
pertama dalam mencegah terjerumusnya anak-anak mereka atau bahkan mereka
sendiri yang terjerumus.
3. Faktor Media
Ketersediaan
media komunikasi yang sangat canggih dan mudah didapat tentu memiliki nilai
sendiri bagi pemakai dan pelaku pengedar narkoba. Ketersediaan media komunikasi
Handphone dan Internet merupakan bentuk komunikasi yang ideal guna melancarkan
komunikasi antar para pelaku. Peran Handphone dan internet pula tidak hanya
sebagai media komunikasi namun sebagai media transaksi berupa transaksi
pembayaran melalui m-banking dan i-banking yang sangat mudah menjalankannya.
Akibat adanya media komunikasi didalam peredaran narkoba tentu hal yang sangat
menguntungkan bagi para pelaku. Dengan berkembangnya komunikasi, maka
berkembang pula pola dan modus dari para pelaku kejahatan sehingga menjadikan
peredarannya menjadi semakin luas pula serta menyulitkan Polri dalam menanggulanginya
secara tuntas.
C. Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba Yang
Diharapkan
Untuk
mencegah penyalahgunaan narkoba masyarakat nampaknya masih sangat
menggantungkan harapan pada peran aparat penegak hukum khususnya dalam hal ini
yaitu Polri. Akan tetapi, mayoritas mereka kurang menyadari betapa berat tugas
Polri dalam menangani masalah itu. Dengan segala keterbatasan terutama dalam
penganggaran aparat harus menghadapi musuh dengan senjata uang yang berlimpah.
Kita telah mengetahui betapa dahsyatnya kekuatan uang (money power) dalam
mempengaruhi seseorang. Hanya seorang yang mempunyai integritas yang tinggi
saja yang mungkin bisa kebal terhadap bujuk rayu kekuatan uang. Sayang jumlah
mereka sangat sedikit.
Idealnya
hukum harus tetap ditegakkan apa pun iming-iming yang disodorkan oleh para
pelaku kejahatan (Bandar Narkoba). Penegakan hukum itu tidak kenal kompromi dan
tidak pandang bulu. Namun secara sosiologis sering kali tidka demikian karena
menegakkan hukum itu juga merupakan pergumulan batin petugas untuk mengambil
serangkaian putusan ditengah berbagai kebutuhan ekonominya selain keperluan
individual lain.
Mengingat
betapa besarnya dampak yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan Narkoba dan
cepatnya kontaminasi kepada generasi muda untuk mengkonsumsi Narkoba, maka
diperlukan upaya-upaya konkrit untuk mengatasinya. Dalam upaya mencegah atau
menanggulangi masalah penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan melalui
pendekatan-pendekatan dan beberapa cara, adapun hal tersebut adalah :
a. Meningkatkan iman dan taqwa melalui
pendidikan agama dan keagamaan baik di sekolah maupun di masyarakat. Bukan
hanya itu, bahkan anak yang masih dalam kandungan Sang Ibupun usaha mendidik
anak tersebut sudah harus dilaksanakan yaitu dengan jalan kedua orangtuanya
selalu berakhlak dan berbudi baik, menyempurnakan ibadah, memperbanyak
bersedekah, membaca Al Qur’an, berpuasa, dan berdoa kepada Allah dengan tulus
agar anak yang akan lahir nanti dalam bentuk fisik yang sempurna dan merupakan
anak yang berjiwa shaleh.
b. Meningkatkan peran keluarga melalui perwujudan keluarga sakinah, sebab peran keluarga sangat besar terhadap pembinaan diri seseorang. Hasil penelitia menunjukkan bahwa anak-anak nakal dan brandal pada umumnya adalah berasal dari keluarga yang berantakan (broken home). Dan unit terkecil dari masyarakat adalah rumah tangga. Di sinilah tempat pertama bagi anak-anak memperoleh pendidikan perihal nilai-nilai sejak anak dilahirkan. Maka dengan demikian orang tua sangat berperan pertama kali dalam mendidik, mengajar, membimbing, membina, dan membentuk anak-anaknya dengan :
1.) Memelihara kesejukan, ketentraman, kesegaran, keutuhan Memberikan kasih sayang, pengorbanan, perhatian, teladan yang baik, pengaruh yang luhur.
2.) Menanamkan nilai-nilai agama (iman dan
ibadah), akhlak budi pekerti, disiplin dan prinsip-prinsip luhur lainnya.
3.) Melakukan kontrol, filter, pengendalian, dan
koreksi seluruh sikap anak-anaknya secara bijaksana baik di rumah maupun di
luar.
4.) Keharmonisan rumah tangga sehingga anak-anak
merasa tenang, nyaman, aman, damai, bahagia, dan betah tinggal di tengah-tengah
pergaulan keluarga setiap hari.
5.) Penanaman nilai sejak dini bahwa Narkoba adalah
haram sebagaimana haramnya Babi dan berbuat zina.
6.) Meningkatkan peran orang tua dalam mencegah
Narkoba, di Rumah oleh Ayah dan Ibu, di Sekolah oleh Guru/ Dosen dan di
masyarakat oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat serta aparat penegak hukum.
7.) Melakukan dengan cara Preventif (pencegahan), yaitu untuk membentuk masyarakat
yang mempunyai ketahanan dan kekebalan terhadap narkoba. Pencegahan adalah
lebih baik dari pada pemberantasan. Pencegahan penyalahgunaan Narkoba dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti pembinaan dan penyuluhan serta
pengawasan dalam keluarga, penyuluhan oleh pihak yang kompeten baik di sekolah
dan masyarakat, pengajian oleh para ulama, pengawasan tempat-tempat hiburan
malam oleh pihak keamanan, pengawasan distribusi obat-obatan ilegal dan
melakukan tindakan-tindakan lain yang bertujuan untuk mengurangi atau
meniadakan kesempatan terjadinya penyalahgunaan Narkoba.
8.) Secara Represif (penindakan), yaitu menindak
dan memberantas penyalahgunaan narkoba melalui jalur hukum dan berdasarkan
hukum , yang dilakukan oleh para penegak hukum atau aparat keamanan yang
dibantu oleh masyarakat. Kalau masyarakat mengetahui hal tersebut harus segera
melaporkan kepada pihak yang berwajib ( kepolisian ) dan tidak boleh main hakim
sendiri.
9.) Dengan pendekatan melalui Kuratif
(pengobatan), bertujuan penyembuhan para korban baik secara medis maupun dengan
media lain. Di Indonesia sudah banyak didirikan tempat-tempat penyembuhan dan
rehabilitasi pecandu narkoba seperti Yayasan Titihan Respati,
pesantren-pesantren, yayasan Pondok Bina Kasih dll.
10.)
Rehabilitatif (rehabilitasi), dilakukan agar setelah pengobatan selesai para
korban tidak kambuh kembali “ketagihan” Narkoba. Rehabilitasi berupaya
menyantuni dan memperlakukan secara wajar para korban narkoba agar dapat
kembali ke masyarakat dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Kita tidak boleh
mengasingkan para korban Narkoba yang sudah sadar dan bertobat, supaya mereka
tidak terjerumus kembali sebagai pecandu narkoba.