Rabu, 19 April 2017

UPAYA PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

Edit Posted by with No comments



UPAYA PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA




A.    Upaya Polri Dalam Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba Saat Ini
Dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba Polri melakukan upaya-upaya dengan langkah-langkah :
1.     Non Penal
Upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba ini tidak terlepas dari tindakan-tindakan Polri yang bersifat interdisipliner yang diawali dengan upaya preemtif (pembinaan) dan preventif (pencegahan) sebelum tindak pidana tersebut terjadi.
Menurut M. Kemal Darmawan dalam bukunya yang berjudul “Strategi Kepolisian Dalam Pencegahan Kejahatan”, definisi dari preemtif dan preventif adalah :
    Pre-emtif adalah kebijakan yang melihat akar masalah utama penyebab terjadinya kejahatan melalui pendekatan sosial, pendekatan situasional dan pendekatan kemasyarakatan untuk menghilangkan unsur Potensi Gangguan (Faktor Korelatif Kriminogen).
    Preventif sebagai upaya pencegahan atas timbulnya Ambang Gangguan (police hazard), agar tidak berlanjut menjadi gangguan nyata/ Ancaman Faktual (crime).
Sehingga dalam hal ini penulis mendefinisikan sendiri makna dari kedua tindakan kepolisian tersebut yaitu :
    Preemtif (Pembinaan) Merupakan salah satu upaya yang dilakukan Polri untuk menanggulangi dan memberantas penyalahgunaan narkoba. Tindakan Polri ini dilakukan dengan melihat akar masalah penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba dengan melalui pendekatan sosial, situasional dan kemasyarakatan untuk menghilangkan unsur potensi gangguan. Tindakan preemtif yang dilakukan Polri dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba yaitu dengan melakukan pembinaan kepada masyarakat dengan cara sosialisasi, penyuluhan dan audiensi tentang bahaya dan dampak dari penyalahgunaan narkoba. Hal ini untuk antisipasi dan pencegahan dini melalui kegiatan-kegiatan edukatif dengan tujuan menghilangkan potensi penyalahgunaan narkoba (faktor peluang) dan pendorong terkontaminasinya seseorang menjadi pengguna.
    Preventif (Pencegahan) Anggota-anggota Kepolisian diterjunkan langsung ke wilayah-wilayah yang mencurigakan dijadikan tempat penampungan, penyimpanan, dan peredaran narkotika. Polisi juga mengadakan razia untuk keperluan penyelidikan dan penyidikan bahkan penangkapan terhadap orang-orang yang diduga menyalahgunakan narkotika. Razia ini bisanya dilakukan ditempat hiburan malam dan juga tempat-tempat yang informasinya didapatkan dari masyarakat.
Selain itu dalam rangka meminimimalisir peredaran narkoba, Polri bekerjasama dengan instansi dan lembaga terkait, lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, ormas dan lain-lain. Dengan melakukan kegiatan sebagai berikut :

a. Kampanye anti peyalahgunaan narkoba :
    Hal ini dilakukan dengan pemberian informasi satu arah dari pembicara tentang bahaya pemakaian  narkoba dan tanpa tanya jawab. Biasanya hanya memberikan garis besar, dangkal, dan umum. Informasi disampaikan oleh tokoh masyarakat (ulama, pejabat Polri, seniman dan sebagainya). Kampanye anti penyalahgunaan narkoba dapat juga dilakukan melalui spanduk, poster, brosur dan baliho. Misi dari kampanye ini adalah sebagai pesan untuk melawan penyalahgunaan narkoba, tanpa penjelasan yang mendalam atau ilmiah tentang narkoba.

b. Penyuluhan seluk beluk narkoba :
    Berbeda dengan kampanye yang monolog, penyuluhan bersifat dialog dengan tanya jawab. Bentuk penyuluhan dapat berupa seminar, ceramah, dan lain-lain. Tujuannya adalah untuk mendalami pelbagai masalah tentang narkoba sehingga masyarakat benar-benar tahu dan karenanya tidak tertarik untuk menyalahgunakan narkoba. Pada penyuluhan ada dialog atau tanya jawab tentang narkoba lebih mendalam. Materi disampaikan oleh tenaga profesional - dokter, psikolog, polisi, ahli hukum, .sosiolog - sesuai dengan tema penyuluhan. Penyuluhan tentang narkoba ditinjau lebih mendalam dari masing-masingaspek sehingga lebih menarik daripada kampanye.

c. Upaya mengawasi dan mengendalikan produksi dan distribusi narkoba di masyarakat :
    Pengawasan dan pengendalian adalah program preventif yang menjadi tugas aparat terkait, seperti polisi, Departemen Kesehatan, Balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM), Imigrasi, Bea Cukai, Kejaksaan, Pengadilan dan sebagainya. Tujuannya adalah agar narkoba dan bahan baku pembuatannya (precursor) tidak beredar sembarangan. Karena keterbatasan jumlah dan kemampuan petugas, program ini belum berjalan optimal. Masyarakat harus ikut serta membantu secara proaktif. Sayangnya, petunjuk dan pedoman peran serta masyarakat ini sangat kurang, sehingga peran serta masyarakat menjadi tidak optimal. Seharusnya instansi terkait membuat petunjuk praktis yang dapat    digunakan oleh masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengawasi peredaran narkoba.

2.     Penal
     a. Represif (Penindakan)
        Represif merupakan upaya terakhir dalam memberantas penyalahgunaan narkotika yaitu dengan cara melakukan penindakan terhadap orang yang diduga menggunakan, meyimpan, menjual narkotika. Langkah represif inilah yang dilakukan Polisi untuk menjauhkan masyarakat dari ancaman faktual yang telah terjadi dengan memberikan tindakan tegas dan konsisten sehingga dapat membuat jera para pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.

B.    Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Polri Dalam Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba
Dalam usahanya menanggulangi penyalahgunaan narkoba, tentunya kepolisian mempunyai banyak faktor yang dihadapi. Adapun faktor-faktor tersebut adalah :
1.     Faktor Oknum Polisi Sendiri
      Tidak semua polisi itu baik dan tidak semua polisi itu buruk, pasti ada segelintir oknum yang melakukan penyimpangan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Ada beberapa anggota yang juga berperan dalam membantu peredaran narkoba untuk kepentingan pribadi mereka, ada juga anggota yang menjadi pemakai bahkan ada juga anggota yang menjadi Bandar walaupun tidak besar. Ini merupakan kelemahan dari dalam (internal) Polri yang perlu diperbaiki dan dibenahi oleh Polri sendiri karena ini menyangkut nama baik institusi. Anggota yang bertugas di fungsi narkoba memang mempunyai kecenderungan seperti dalam pelaksanaan tugasnya. Hal ini pun dibahas juga dalam system pembinaan personil di Biro Sumber Daya Manusia Polri. Makanya ada istilah “anggota yang bertugas disuatu fungsi yang selalu dihadapi dengan kejahatan dan kekerasan termasuk fungsi reserse dan narkoba, jangan dibiarkan bertugas di fungsi tersebut terlalu lama karena semakin lama anggota bertugas maka kecenderungan untuk melakukan penyimpangan akan semakin besar” (Pembahasan pada mata kuliah Sosiologi Kepolisian, 21 Mei 2015).

2.     Faktor Lingkungan
       Pengaruh ini ditimbulkan dari lingkungan sosial pelaku, baik itu lingkungan sekolah, pergaulan dan lain-lain. Hal tersebut dapat terjadi karena benteng pertahanan dirinya lemah, sehingga tidak dapat membendung pengaruh negatif dari lingkungannya. Pada awalnya para pelaku (pemakai) mungkin hanya sekedar ingin tahu dan coba-coba terhadap hal yang baru, kemudian dengan kesempatan yang memungkinkan serta didukung adanya sarana dan prasarana. Tapi lama kelamaan dirinya terperangkap pada jerat penyalahgunaan narkoba. Faktor lingkungan ini berperan besar dalam peningkatan penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Oleh karenanya Polri tidak bisa bekerja sendiri dalam melakukan penanggulangan narkoba. Perlunya sikap kepedulian instansi terkait (dalam hal ini yang berkaitan dengan lingkungan pelaku antara lain sekolah, pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan juga lembaga-lembaga yang bergerak dalam memerangi narkoba) serta peran serta orang tua (keluarga) yang menjadi benteng juga pertama dalam mencegah terjerumusnya anak-anak mereka atau bahkan mereka sendiri yang terjerumus.

3.     Faktor Media
      Ketersediaan media komunikasi yang sangat canggih dan mudah didapat tentu memiliki nilai sendiri bagi pemakai dan pelaku pengedar narkoba. Ketersediaan media komunikasi Handphone dan Internet merupakan bentuk komunikasi yang ideal guna melancarkan komunikasi antar para pelaku. Peran Handphone dan internet pula tidak hanya sebagai media komunikasi namun sebagai media transaksi berupa transaksi pembayaran melalui m-banking dan i-banking yang sangat mudah menjalankannya. Akibat adanya media komunikasi didalam peredaran narkoba tentu hal yang sangat menguntungkan bagi para pelaku. Dengan berkembangnya komunikasi, maka berkembang pula pola dan modus dari para pelaku kejahatan sehingga menjadikan peredarannya menjadi semakin luas pula serta menyulitkan Polri dalam menanggulanginya secara tuntas.

C.    Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba Yang Diharapkan
      Untuk mencegah penyalahgunaan narkoba masyarakat nampaknya masih sangat menggantungkan harapan pada peran aparat penegak hukum khususnya dalam hal ini yaitu Polri. Akan tetapi, mayoritas mereka kurang menyadari betapa berat tugas Polri dalam menangani masalah itu. Dengan segala keterbatasan terutama dalam penganggaran aparat harus menghadapi musuh dengan senjata uang yang berlimpah. Kita telah mengetahui betapa dahsyatnya kekuatan uang (money power) dalam mempengaruhi seseorang. Hanya seorang yang mempunyai integritas yang tinggi saja yang mungkin bisa kebal terhadap bujuk rayu kekuatan uang. Sayang jumlah mereka sangat sedikit.
     Idealnya hukum harus tetap ditegakkan apa pun iming-iming yang disodorkan oleh para pelaku kejahatan (Bandar Narkoba). Penegakan hukum itu tidak kenal kompromi dan tidak pandang bulu. Namun secara sosiologis sering kali tidka demikian karena menegakkan hukum itu juga merupakan pergumulan batin petugas untuk mengambil serangkaian putusan ditengah berbagai kebutuhan ekonominya selain keperluan individual lain.
     Mengingat betapa besarnya dampak yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan Narkoba dan cepatnya kontaminasi kepada generasi muda untuk mengkonsumsi Narkoba, maka diperlukan upaya-upaya konkrit untuk mengatasinya. Dalam upaya mencegah atau menanggulangi masalah penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan melalui pendekatan-pendekatan dan beberapa cara, adapun hal tersebut adalah :
a.     Meningkatkan iman dan taqwa melalui pendidikan agama dan keagamaan baik di sekolah maupun di masyarakat. Bukan hanya itu, bahkan anak yang masih dalam kandungan Sang Ibupun usaha mendidik anak tersebut sudah harus dilaksanakan yaitu dengan jalan kedua orangtuanya selalu berakhlak dan berbudi baik, menyempurnakan ibadah, memperbanyak bersedekah, membaca Al Qur’an, berpuasa, dan berdoa kepada Allah dengan tulus agar anak yang akan lahir nanti dalam bentuk fisik yang sempurna dan merupakan anak yang berjiwa shaleh.

b.     Meningkatkan peran keluarga melalui perwujudan keluarga sakinah, sebab peran keluarga sangat besar terhadap pembinaan diri seseorang. Hasil penelitia menunjukkan bahwa anak-anak nakal dan brandal pada umumnya adalah berasal dari keluarga yang berantakan (broken home). Dan unit terkecil dari masyarakat adalah rumah tangga. Di sinilah tempat pertama bagi anak-anak memperoleh pendidikan perihal nilai-nilai sejak anak dilahirkan. Maka dengan demikian orang tua sangat berperan pertama kali dalam mendidik, mengajar, membimbing, membina, dan membentuk anak-anaknya dengan :

1.) Memelihara kesejukan, ketentraman, kesegaran, keutuhan Memberikan kasih sayang, pengorbanan, perhatian, teladan yang baik, pengaruh yang luhur.
2.) Menanamkan nilai-nilai agama (iman dan ibadah), akhlak budi pekerti, disiplin dan prinsip-prinsip luhur lainnya.
3.) Melakukan kontrol, filter, pengendalian, dan koreksi seluruh sikap anak-anaknya secara bijaksana baik di rumah maupun di luar.
4.) Keharmonisan rumah tangga sehingga anak-anak merasa tenang, nyaman, aman, damai, bahagia, dan betah tinggal di tengah-tengah pergaulan keluarga setiap hari.
5.) Penanaman nilai sejak dini bahwa Narkoba adalah haram sebagaimana haramnya Babi dan berbuat zina.
6.) Meningkatkan peran orang tua dalam mencegah Narkoba, di Rumah oleh Ayah dan Ibu, di Sekolah oleh Guru/ Dosen dan di masyarakat oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat serta aparat penegak hukum.
7.) Melakukan dengan cara Preventif (pencegahan), yaitu untuk membentuk masyarakat yang mempunyai ketahanan dan kekebalan terhadap narkoba. Pencegahan adalah lebih baik dari pada pemberantasan. Pencegahan penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti pembinaan dan penyuluhan serta pengawasan dalam keluarga, penyuluhan oleh pihak yang kompeten baik di sekolah dan masyarakat, pengajian oleh para ulama, pengawasan tempat-tempat hiburan malam oleh pihak keamanan, pengawasan distribusi obat-obatan ilegal dan melakukan tindakan-tindakan lain yang bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan kesempatan terjadinya penyalahgunaan Narkoba.
8.) Secara Represif (penindakan), yaitu menindak dan memberantas penyalahgunaan narkoba melalui jalur hukum dan berdasarkan hukum , yang dilakukan oleh para penegak hukum atau aparat keamanan yang dibantu oleh masyarakat. Kalau masyarakat mengetahui hal tersebut harus segera melaporkan kepada pihak yang berwajib ( kepolisian ) dan tidak boleh main hakim sendiri.
9.) Dengan pendekatan melalui Kuratif (pengobatan), bertujuan penyembuhan para korban baik secara medis maupun dengan media lain. Di Indonesia sudah banyak didirikan tempat-tempat penyembuhan dan rehabilitasi pecandu narkoba seperti Yayasan Titihan Respati, pesantren-pesantren, yayasan Pondok Bina Kasih dll.
10.) Rehabilitatif (rehabilitasi), dilakukan agar setelah pengobatan selesai para korban tidak kambuh kembali “ketagihan” Narkoba. Rehabilitasi berupaya menyantuni dan memperlakukan secara wajar para korban narkoba agar dapat kembali ke masyarakat dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Kita tidak boleh mengasingkan para korban Narkoba yang sudah sadar dan bertobat, supaya mereka tidak terjerumus kembali sebagai pecandu narkoba.

0 komentar:

Posting Komentar